Gara-Gara Hoax, Nyawa Para Orang Gila di Pantura Terancam
Gara-gara berita bohong atau hoax yang beredar di media sosial (medsos) nasib para orang gila di jalan-jalan yang berada di wilayah Pantai Utara (Pantura) terancam keselamatannya. Terutama mereka yang berada di sepanjang Pantura Barat mulai dari Cirebon (Jawa Barat), Brebes, Tegal, Slawi hingga Pemalang (Jawa Tengah). hal itu menyusul informasi hoax dan meresahkan yang heboh di medsos seperti Facebook dan Twitter menuduh mereka melakukan penculikan anak dengan modus berpura-pura gila. Kabar itu menyebar liar dan semakin tak terbendung. Padahal, pihak kepolisan hingga kini belum menerima laporan resmi adanya kasus penculikan anak oleh orang atau gelandangan yang berpura-pura gila dimaksud.
Hingga Sabtu ini sedikitnya 10 orang gelandangan gila ataupun pengemis di jalan-jalan di Pantura Barat yang didominasi wanita paruh baya menjadi tertuduh karena jadi korban hoax. Kini nyawa mereka terancam karena buntut aksi anarkis atau main hakim sendiri. Meskipun keberadaanya tak diharapkan, seyogianya masyarakat menyikapi informasi melalui medsos lebih arif dan bijak. Tidak langsung menuduh ataupun menghakimi sesama warga negara, apalagi kalau belum memiliki bukti kuat melakukan suatu tindak pidana.
Tak dipungkiri jika keberadaan orang gelandangan orang gila dan pengemis selalu ada dan sulit untuk dihilangkan. Selain masalah ekonomi, juga terkait kesadaran pemerintah menangani mereka yang sebenarnya membutuhkan uluran tangan dan bantuan. "Penampilan gelandangan dan orang gila sungguh sangat mengenaskan karena mereka benar-benar orang-orang terbuang dan tak terurus. Jadi kalau informasi hoax di medsos yang merebak seperti sekarang ini harus segera dihentikan. Kasihan mereka sudah terbuang jangan sampai disakiti karena mereka juga manusia," ucap Pemerhati Masalah Sosial Brebes, Otong Susilo,
Pada kenyataanya, di lingkungan masing-masing memang mudah ditemukan keberadaan orang gila di jalan-jalan. Bahkan seringkali terlihat para gelandangan dan orang gila sedang mengais-ngais makanan di tempat sampah. Di sisi lain, perlakuan masyarakat kepada orang gila ini harus berkeadilan dan tak menambah beban mereka yang hidupnya miskin, susah, dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Selama ini, kata dia, dirinya sering kali mendapat informasi dari media cetak maupun elektronik berita tentang pembuangan orang gila dari suatu daerah ke daerah lain. Mereka diangkut oleh sebuah mobil atau truk dan pada malam harinya dibuang begitu saja. Mereka dibuang di daerah lain karena cara ini dianggap sebagai cara yang mudah dan praktis dalam menangani permasalahan penanganan atau pengurangan orang gila di suatu daerah melalui cara yang tidak manusiawi.
"Sungguh sangat miris mendengar berita itu, padahal orang gila juga manusia yang mempunyai hak-hak dasar yang harus dilindungi dan merupakan kewajiban negara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi yang harus dipatuhi," ucap Otong menambahkan. Ia menyebut, perlakuan masyarakat Pantura yang belakangan main hakim sendiri kepada orang gila karena kabar mereka jadi pelaku penculikan anak harus dihentikan. Sebab sekali lagi kabar itu belum tervalidasi keberannya dan mereka yang ditangkap serta dihakimi juga belum terbukti menjadi pelaku penculikan anak.
"Jujur saja dalam hatiku menangis melihat kondisi mereka karena hampir tidak ada yang menangani mereka secara serius. Apalagi sampai menuduh tanpa dasar mereka melakukan penculikan anak. Dan pihak kepolisian juga belum menerima ada laporan kasus itu. Ini namanya tidak adil," kata Otong.
Silahkan Hubungi Costumer Service JELASBOLA
Kami Siap Membantu Anda 24 jam non-stop.
Kami Siap Membantu Anda 24 jam non-stop.
No comments:
Write comments